Yang dimaksud thuma’ninah adalah posisi tubuh tenang ketika melakukan
gerakan rukun tertentu. Ukuran tenangnya adalah mencukupi untuk membaca
satu kali do’a dalam rukun tersebut.
Misalnya, thuma’ninah ketika ruku’,
artinya posisi tubuh tenang setelah ruku’ sempurna. Kemudian baru
membaca do’a ruku’, minimal sekali.
Sering kita saksikan, beberapa kaum muslimin tidak thuma’ninah. Mereka
ruku’ dan sujud terlalu cepat. Begitu sampai titik ruku’ atau sujud,
langsung bangkit.
Ada kemungkinan, do’a ruku’ sudah dibaca ketika
bergerak ruku’, sebelum ruku’ sempurna. Shalat model semacam ini batal
karena tidak thuma’ninah.
Suatu ketika ada seseorang yang masuk masjid kemudian shalat dua rakaat.
Seusai shalat, orang ini menghampiri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam
yang saat itu berada di masjid.
Namun Nabi menyuruh orang ini untuk
mengulangi shalatnya. Setelah diulangi, orang ini balik lagi, dan
disuruh mengulangi lagi shalatnya. Ini berlangsung sampai 3 kali.
Kemudian Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan kepadanya cara
shalat yang benar. Ternyata masalah utama yang menyebabkan shalatnya
dinilai batal adalah kareka dia tidak thuma’ninah.
Dia bergerak ruku’
dan sujud terlalu cepat. (HR. Bukhari & Muslim).
Hadits ini mejadi dalil bahwa thuma’ninah dalam shalat termasuk rukun
shalat. Untuk menanggulanginya, tahan ketika kita sudah sempurna ruku’,
atau sujud, kemudian baru baca do’a ruku’ atau do’a sujud.
Karena tuma’ninah hukumnya wajib maka kita tidak boleh bermakmum dengan
orang yang shalatnya terlalu cepat dan tidak tuma'ninah. Bermakmum di
belakang orang yang shalatnya cepat dan tidak tuma'ninah, bisa
menyebabkan shalat kita batal dan wajib diulangi.
Jika secara tidak sengaja kita mendapatkan imam yang gerakannya terlalu
cepat maka kita harus memisahkan diri dan shalat sendirian.
Orang yang terlalu cepat shalatnya, sehingga tidak tuma’ninah, Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai orang yang mencuri
ketika shalat.
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Pencuri yang paling jelek adalah orang yang mencuri shalatnya.” Setelah
ditanya maksudnya, beliau menjawab: “Merekalah orang yang tidak
sempurna rukuk dan sujudnya.” (HR. Ibn Abi Syaibah, Thabrani, Hakim, dan
dishahihkan Ad-Dzahabi).